BUDAYAKAN MEMBACA WALAUPUN SEBENTAR
“Saya
mempercayai jika pengetahuan dan pendidikan bisa mengubah hidup seseorang. Dan
itu bisa didapatkan dari membaca buku.” – Muhammad Fauzi (Pejuang Buku dari
Sidoarjo).
Perkenalkan namanya Fauzi, seorang penjual
jamu keliling dari Desa Sukorejo Buduran Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang dalam
kesehariannya menjual jamu, selalu membawa buku untuk dipinjamkan kepada para
pelanggannya.
Ide berjualan jamu sambil membawa buku ini
sudah dia lakoni sejak tahun 2013. Fauzi biasanya berangkat dari rumah sekitar
jam 6 pagi dan mangkal di depan pabrik hingga jam 8 pagi. Dalam masa itu banyak
pekerja pabrik yang ditemui, oleh Fauzi sambil ditawarkan minum jamu juga
ditawarkan buku-buku untuk dibaca dan dipinjamkan. Setelah para pekerja masuk,
Fauzi akan kembali berkeliling menjual jamu ke lokasi-lokasi lain. Buku yang
biasa dipinjamkan kepada para pekerja bisa dibaca atau dibawa pulang sampai
dengan dua minggu, melihat keterbatasan waktu yang mereka miliki untuk membaca.
Ketertarikan Fauzi untuk mengajak orang
gemar membaca sudah dilakukan sejak lama. Bersama istrinya pada tahun 2008,
Fauzi mendirikan rumah baca sederhana dengan modal 37 buku milik pribadi dan
memanfaatkan kayu bekas bangunan yang dia buat sendiri untuk dijadikan rak
buku. Untuk mencukupi kebutuhan buku di rumah baca sederhananya itu, ia
menganggarkan uang Rp 200.000,- setiap dua minggu untuk membeli buku dan
majalah bekas.
Di tahun-tahun berikutnya, Fauzi dan istri
kemudian diberikan kesempatan untuk mengelola bekas bangunan pondok bersalin
desa yang sudah tidak lagi digunakan. Pada tahun 2011, bangunan tersebut
dialihfungsikan sebagai perpustakaan dengan nama Taman Ilmu Masyarakat.
Kecintaan Fauzi dan istri terhadap buku dan
pendidikan tentunya sangat patut untuk dijadikan contoh. Mereka terus berjuang
dan tidak berhenti di tengah keterbatasan. Sedikit demi sedikit, mereka
berhasil mengumpulkan banyak buku dari para donatur. Mereka aktif mengunggah
kegiatan perpustakaan melalui media sosial. Sehingga sampai dengan saat ini,
sudah ada lebih dari 7.000 koleksi buku yang mereka miliki untuk perpustakaan
tersebut.
Pada Maret 2016, Fauzi dan istri kemudian
mendirikan Yayasan Bustanul Hikmah dan membuka sekolah gratis untuk PAUD, TK,
dan SD. Untuk PAUD ada 33 siswa, untuk TK ada 8 siswa, dan SD kelas satu ada 4
siswa. Sedangkan jumlah santri yang mengaji mencapai 120 anak.
Bustanul Hikmah yang didirikan Fauzi ini pun
kemudian meraih juara 1 Gramedia Reading Community Competition 2016 untuk regional
Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Banjarmasin, serta Fauzi sendiri mendapatkan
penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka Kategori Tokoh Masyarakat pada tahun 2016
dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
👍👍👍
Mari sedikit melihat data mengenai minat
baca masyarakat Indonesia. Data UNESCO (sebuah badan khusus PBB yang didirikan
untuk mendukung perdamaian, dan keamanan dengan mempromosikan kerjasama antar
negara melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya) menunjukkan bahwa minat baca masyarakat
Indonesia berada pada posisi yang sangat memprihatinkan, yaitu hanya 0,001%
atau dari 1.000 orang penduduk Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca,
sedangkan selebihnya malas untuk membaca buku dengan serius.
Ada beberapa penyebab mengapa masyarakat
Indonesia (bisa jadi termasuk kita) malas membaca. Pertama, lingkungan di keluarga yang tidak mendukung minat baca
ini, contohnya dengan tidak tersedianya ruang baca/perpustakaan, justru yang
ada hanyalah ruang televisi. Kedua,
masyarakat Indonesia jelas lebih gemar menonton. Produk drama Korea laku keras.
Variety show lebih digemari. Sinetron-sinetron digandrungi. Buku dan
produk-produk hasil penelitian ditinggalkan, tidak pernah disentuh sekalipun. Ketiga, harga buku untuk daerah-daerah
tertentu masih tergolong mahal dan susah mendapatkan akses buku yang
berkualitas, terutama untuk daerah-daerah di luar Jawa, khususnya daerah
tingkat kabupaten dan kecamatan. Keempat,
anak muda Indonesia yang seharusnya lebih semangat belajar dan menggunakan
waktu dengan baik untuk menyerap ilmu pengetahuan melalui produk bacaan dan hasil-hasil
penelitian, lebih doyan main smartphone.
Sok sibuk berkomunikasi. Akhirnya waktu muda terlewati begitu saja, dan tidak
ada karya yang dapat dihasilkan.
Lalu apa solusinya? Pertama, setelah motivasi giat membaca tumbuh di dalam diri,
keluarga juga harus digalakkan, dengan Gerakan Perpustakaan Keluarga. Kedua, masing-masing individu harus
muncul motivasi produktif, untuk bisa menulis minimal satu buku seumur hidup.
Dengan begitu akan selaras dengan kegiatan mengumpulkan referensi atau bahan
bacaan, sampai dengan kewajiban membuat reviu, yang secara tidak langsung akan
meningkatkan minat baca. Ketiga,
untuk mengatasi masalah krisis buku atau akses buku berkualitas yang terbatas,
maka bisa menggalakkan Gerakan Berbagi Buku. Komunitas anak muda dapat
mengorganisasi kegiatan ini, melakukan kampanye di media sosial, dan menarik
partisipasi para donatur, baik donatur pribadi sampai dengan donatur korporasi/perusahaan.
Toh perusahaan juga memiliki program CSR, sungguh kesempatan besar yang harus
digarap. Keempat, perbanyak
perpustakaan di banyak tempat. Baru-baru ini Pemerintah Kota Bandung membuat
gagasan unik dengan melengkapi armada angkot dengan buku-buku. Sungguh brilian!
Akhirnya mari setiap diri berbenah. Mari bangkitkan
motivasi dalam diri untuk rajin membaca. Luangkan waktu dalam sehari, sepekan,
sebulan, untuk giat membaca. Sungguh peringkat negara kita harus naik. Masa
dari 61 negara yang diteliti oleh Central
Connecticut State University, kita masuk peringkat 60 sebagai negara dengan
tingkat literasi yang sangat rendah. Dari 1.000 orang penduduk Indonesia hanya
1 orang yang mau membaca buku dengan serius. SUNGGUH HARUS BERUBAH!
“The only
important thing in a book is the meaning that it has for you.” – W. Somerset
maugham.
Referensi:
1.
Kompas.com
2.
Tribunnews.com
0 Response to "BUDAYAKAN MEMBACA WALAUPUN SEBENTAR"
Post a Comment